Judul : Larung
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : Kepustakaan Gramedia Populer
ISBN :979-9023-63-7
Tahun Terbit : 2001
Halaman : 259 Halaman
Genre : Roman
Penilaian : 3.5 / 5 (Lumayan Bagus)
Tetapi subuh adalah saat menjelang cahaya lewat dan gelap lari kebarat. Di sana ada aroma keberangkatan, aroma keberhentian, dan bau asap pertama: Pada subuh ada perjalanan yang tak habis-habis.
Keretaku berhenti di stasiun Tulungagung. Aku datang untuk membunuh nenekku.
Itulah sedikit kutipan cerita dari sebuah novel berjudul Larung. Sebelumnya, saya sudah mereview buku berjudul Saman dan memberitahu bahwa novel itu adalah novel dwilogi. Novel Larung inilah lanjutan atau bisa dibilang novel pelengkap dari buku Saman. Tokoh-tokoh utamanya pun masih sama, yaitu Shakuntala, Cok, Yasmin, Laila, Sihar dan Saman. Akan tetapi ada suatu hal yang berbeda, yaitu kemunculan sosok pria yang namanya dijadikan judul pada buku ini sendiri, yaitu Larung.
Jika pada novel Saman, bagian utama kalian disuguhkan oleh cerita Laila yang menunggu Sihar di Central Park dan baru menemukan inti cerita tentang Saman pada halaman pertengahan, maka pada novel Larung ini kalian akan langung diceritakan tentang perjalanan seorang pemuda yang cerdas dan selalu menjunjung tinggi akal logika bernama lengkap Larung Lalang yang mencoba membunuh neneknya. Pasti dipikiran kalian sekarang langsung terbesit bahwa ia adalah seorang yang durhaka, padahal secara logika itu adalah perbuatan yang keji. Akan tetapi, jika kalian terus membaca maka kalian akan menemukan betapa sang nenek Larung ternyata menyimpan banyak rahasia dibalik tubuhnya yang renta bahkan bisa dikatakan seluruh organ geraknya sudah mati.
Seperti yang sudah saya singgung sedikit di awal paragraf bahwa novel ini bisa dikatakan novel pelengkap, pada novel Larung ini kalian akan diberitahu mengapa waktu itu Sihar tak memenuhi janjinya untuk menemui Laila di Central Park, dan kelanjutan perjalanan dari seorang Saman setelah diburu oleh aparat setempat karena dituduh melakukan tindakan represif.
Walaupun, buku ini rilis pada ere reformasi akan tetapi novel Larung banyak menyelipkan peristwa pada jaman orde baru yang sangat otoriter. Menurut saya itu menjadi poin tambahan untuk buku ini karena ketika membacanya, Ayu Utami menggambarkannya dengan begitu apik. Hal tersebut juga memberikan esensi sejarah kepada kaum muda khususnya kaum milenial.
Setelah saya sampai pada akhir cerita novel ini, saya mencoba berhipotesis tentang judul yang diberikan Ayu Utami ini. Walaupun pada bagian awal diceritakan bagaimana nama Larung Lanang bisa diberikan oleh neneknya, pada bagian akhir cerita saya bisa menemukan alasan dari penamaan tersebut.
Sebagai penutup review, saya ingin memberikan sebuah kutipan favorit dalam buku Larung, kutipan itu adalah
“ Berhentilah membagi kasta secara vertikal yang menyebabkan adanya bagian bawah dan atas sebab pada kenyataannya organ bagian kaki tak bisa berjalan tanpa adanya kepala dan kepala akan keracunan jika lubang dubur tidak ada”.
Posting Komentar
Posting Komentar