Di postingan kali ini saya ingin berbagi pengalaman lagi nih. Jadi pengalamannya itu tentang kunjungan ke salah satu pabrik gong tertua di Bogor yang bernama Gong Factory. Kunjungan saya ke sini bukan tanpa sebab, teman-teman melainkan karena suatu program di salah satu organisasi kemahasiswaan yang sedang saya jalani, organisasi itu bernama UKM Pawon yang fokus dalam ranah kesenian dan kebudayaan. Di UKM Pawon sendiri mempunyai program berkunjung dan menggali seputar tempat kebudayaan di Indonesia, adapun nama programnya adalah Observasi Budaya. Mungkin nanti saya akan memperkenalkan lebih jauh lagi tentang organisasi Pawon ini di artikel terpisah.
Baca juga : Cerpen Suara Hening di Surau
Kembali ke pembahasan tentang Gong Factory, untuk menemukan lokasi tempatnya tidak sulit karena sudah terdaftar di Google Maps dan dapat dicari di Google. Gong Factory sendiri terletak di Jalan Pancasan No. 17 yang tak jauh dari pusat perbelanjaan Bogor Trade Mall (BTM). Posisi pabriknya terletak di pinggir jalan persis. Saat tiba di parkiran pabrik saya langsung diperlihatkan dengan dinding yang di hias dengan seni mural dengan ditambahkan tulisan Gong Factory dan seorang teteh cantik yang menjual minuman milk shake. By the way, teteh tersebut merupakan anak dari pemilik gong factory tersebut ternyata. Setelah itu, saya dan beberapa teman langsung menuju kebelakang melewati gang sempit untuk mencari keberadaan pemilik pabrik. Akhirnya saya menemukan bebrapa orang yang sedang sibuk bernegosiasi, salah seorang karyawannya menghampiri saya dan bertanya maksud kedatangan kami. Saat itu juga saya memberitahu bahwa maksud dari kedatangan kami adalah untuk melakukan wawancara seputar pabrik gong ini. Sangat disayangkan ia memberitahu bahwa sang pemilik pabrik sedang ada tamu dan tidak bisa diwanwancarai. Sebagai gantinya, karyawannyalah yang akan mengajak kami untuk melihat tempat pembuatan gong.
Suasana didalam pabrik cukup panas dan dipenuhi oleh pasir-pasir bekas produksi. Saat pertama kali masuk saya langsung percaya bahwa dalam pembuatan gong ini benar-benar dilakukan secara tradisional sebab tak ada satupun mesin ataupun alat canggih di dalamnya, hanya ada palu untuk menempa dengan ukuran yang beragam,
Suasana di dalam pabrikbersama salah seorang karyawan |
Di dalam pabrik, karyawan menjelaskan kepada saya tentang proses pembuatan gong secara tradisional. Prosesnya pertama, tembaga dan timah dilebur lalu dicampurkan dengan skala perbandingan 1 : 2, lebih tepatnya tembaga 15kg dan timah 30kg. Setelah dilebur dan dicampur , adonan tersebut dituang ke cetakan bernama pacingan sebagai pembentukan pola pertama untuk gong dengan ukuran kecil. Setelah itu barulah proses penempaan dan finishing. Perlu teman-teman ketahui bahwa pabrik ini juga memproduksi alat tabuh tradisional selain gong, seperti Saron, Bonang, dan kempul. Maka tak heran jika teman-teman berkunjung terdapat banyak cetakan untuk membuat alat-alat tersebut, ada dua jenis cetakan jika dikelompokan berdasarkan alat musik yang dihasikan,yaitu Koi dan Pancingan, bukan pancingan untuk menangkap ikan ya teman-teman.
Setelah puas dijelaskan tentang proses pembuatan gong, saya sangat beruntung karena pemilik dari pabrik ini sudah dapat diwawancarai. Pemiliknya bernama Krisna Hidayat. Saat ini Pak Krisna merupakan generasi ketujuh dalam pelestarian pembuatan gong teman-teman. Dalam wawancaranya, ia memberitahu bahwa pabrik ini sudah berdiri selama kurang lebih 200 tahun. Ia juga memberitahu bahwa alasannya untuk mempertahankan pabrik gong ini adalah karena wasiat kedua orang tuanya.
Dalam menjalankan usahanya Pak Krisna merupakan orang yang idealis. Hal tersebut tercermin ketika ia tetap menggunakan bahan bakar arang untuk proses peleburan. Banyak orang-orang sekitar yang menyarankan untuk beralih ke batubara, akan tetapi pembuatan dengan batubara dapat menurunkan kualitas suara yang dihasilkan nanti.
Pak Krisna dengan karya alat musiknya |
Posting Komentar
Posting Komentar