Kembali lagi ke topik pembahasan tentang Covid-19. Dampak yang dihasilkan oleh Covid-19 ini ternyata sangat besar dan tidak mengenakan ya teman-teman. Mulai dari kesulitan bertemu dengan sahabat, keluarga, sampai sulitnya bertemu dengan pasangan bagi yang punya tentunya. Bukan hanya tentang pertemuan saja yang sulit, akan tetapi banyak sekali. Disituasi seperti ini tentunya semua orang pastilah sedang dalam fase sulit, hanya saja porsinya yang berbeda-beda. Bagi pekerja kantoran, mereka harus bekerja dari rumah, mereka yang sedang menempuh pendidikan harus dihadapkan dengan sulitnya sistem belajar berbasis digital, mereka yang bekerja di sektor informal harus menanti ketidakpastian dari perusahaan, apakah mereka mendapatkan gaji atau tidak, para pebisnis juga harus menghadapi turunya omzet penjualan dari bisnisnya, dan masih banyak lagi. Kita semua sama teman-teman, maka dari itu sebagai penulis saya ingin menceritakan pengalaman beberapa hari yang lalu tentang kesulitan dimasa pandemi ini.
Baca juga: Cerpen Suara Hening di Surau
Singkat cerita, ibu saya adalah seorang pedagang sembako dan lauk pauk. Sebelum datangnya wabah korona, dagangan yang ia jual cukup laku dan memperoleh penghasilan yang lumayan. Hasil dari jualan lauk pauk itu rencananya akan dibuatkan membuka usaha warung kopi kecil-kecilan dirumah dan nantinya saya yang akan mengatur keuangannya. Saya juga sudah mempromosikan kedai yang akan saya jalankan kepada teman-teman dekat dan mereka merespon baik tentang rencana tersebut. Saat sedang semangatnya merintis bisnis, tiba-tiba datanglah wabah korona yang seketika membuat semuanya menjadi terhambat. Ibu yang jualan lauk pauk harus menerima turunnya omzet yang menurun drastis. Karena penurunan omzet tersebut otomatis aliran dana untuk membuat warkop juga jadi terhambat. Padahal jika dikalkulasikan jika kedua bisnis tersebut dijalankan, penghasilan yang didapat lumayan besar. Selama pandemi ini kami sekeluarga hanya bisa curhat dan berharap masalah ini segera selesai.
Suatu ketika saya sedang menjaga warung sembako milik ibu, disela-sela menunggu pembeli saya merenung dan merasa tertekan dengan dampak dari virus korona ini. Uang jajan yang diberikan tidak seperti biasanya, mewujudkan keinginan juga susah, belum lagi rasa bosan karena waktu meluangkan waktu dengan nongkrong bersama teman-teman juga sulit. Pokoknya saya merasa sulit dan tertekan karena pandemi ini. Merasa jenuh dengan keadaan,pada saat sore hari saya memutuskan pergi keluar menggunakan motor tua kesayangan untuk sekedar menghirup udara segar pedesaan. Di perjalanan saya melihat bermacam-macam manusia, ada pedagang baso pikul yang senantiasa bersemangat menawarkan dagangannya, ada tukang sol sepatu yang senantiasa tekun menjahit sepatu pembelinya, bahkan ada pedagang jemuran dan krei bambu berkeliling. Dari situlah hati saya merasa terpukul karena terlalu banyak mengeluh dan seketika mendapat pembelajaran bahwa sesulit apapun kita, di luar sana masih banyak orang yang lebih sulit dari kita. Dari kejadian itu pula saya berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih teliti kepada karunia dan nikmat yang Tuhan berikan. Selama ini banyak sekali pemberian-Nya yang luput dari saya, seperti oksigen yang masih diberikan secara cuma-cuma, perut yang selalu terisi dengan makanan yang sehat, dan keluarga yang lengkap.
Baca Juga : Cerpen Pesan Ibu Pertiwi Kepada Anaknya
Dari kejadian tersebut penulis ingin memberikan nasihat kepada teman-teman, bahwa sesulit apapun keadaannya kita harus selalu tetap bersemangat dan selalu senantiasa bersyukur. Kita juga harus mencari nikmat-nikmat yang selama ini terlupakan, Dan percaya bahwa pandemi ini akan berakhir dengan cepat. sebagaimana teman-teman sudah ketahui bahwa dunia selalu berputar maka tidak ada suatu peristiwa yang menetap akan tetapi peristiwa akan selalu berubah-ubah juga. Senang akan berganti sedih dan sedih akan lekas menjadi bahagia.
Posting Komentar
Posting Komentar