Libur semester genap membuatku suntuk tak tertolong. Sudah seminggu ini aku bersama dengan temanku menghabiskan hari dengan begadang sampai pagi. Kegitannya tidak jauh dari merokok, pergi nongkrong ke tempat kedai kopi, dan bermain gim di handphone. Semakin kesini aku menyadari bahwa sudah banyak pengeluaran yang telah dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan tidak berfaedah itu. Aku pun memutuskan untuk mencari-cari lowongan pekerjaan sambilan seperti yang dilakukan banyak teman-teman mahasiswa sekampus. Di jaman yang sudah canggih ini, mencari pekerjaan sambilan untuk umur sepertiku tidaklah sulit. Hanya cukup membuka berberapa platform digital atau sosial media maka pamflet-pamflet job fair dapat ditemui.
Pamflet lowongan pekerjaan sambilan memang banyak ditemui tapi sudah hampir setengah jam belum juga aku dapatkan posisi yang pas dengan keahlianku. Jujur ini adalah pertama kali aku mencoba untuk mencari pekerjaan sambilan. Agak bimbang sebenarnya sebab dari cerita-cerita kating di kampusku, pekerjaan paruh waktu untuk mahasiswa selalu menakutkan. Mulai dari perekrutannya yang kadang memakan korban karena saling berdesak-desakan, waktu kerja yang melebihi batas, sampai dengan ketelatan pembayaran upah para pekerjanya. Akan tetapi, disela-sela pencarian itu tiba-tiba saja muncul sebuah pesan dari Kevin, dia adalah teman satu fakultasku.
Lagi sibuk gak?. Kalo tidak, segera datang ke Kedai Sarikopi sekarang. Aku punya project besar.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Setelah membaca pesan dari Kevin, aku pun memutuskan menuruti permintaannya untuk datang ke Kedai Sarikopi. Sesampainya di sana, ternyata ada dua orang lain telah duduk bersama Kevin, mereka berdua adalah Sandi dan Pram. Aku tak menyangka dua orang itu ternyata dilibatkan juga di project Kevin. "Hei, Feb. Akhirnya dateng juga. Macet ya ?" Sapa Kevin kepadaku. Kami pun bersaliman layaknya konglomerat papan atas. "Tidak, seharusnya kamu tahu kalau aku adalah pria yang tidak suka kecepatan saat mengedarai motor". Leluconku itu membuat Pram dan Sandi tertawa sejenak. "Bisa aja kamu ini, silahkan pesan minuman yang kamu mau. Tenang saja kali ini aku yang traktir" Tambah Kevin.
Aku memesan satu Es Coklat dan kembali ke meja untuk menunggu pesanan. Kevin membenarkan posisi duduk lalu menutup laptop miliknya. "Okay Feb langsung to the poin ya. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa aku punya project besar. Project yang aku punya adalah event kuliner se-Indonesia. Indo Culinary Fest namanya. Nanti di dalam event tersebut, kita ajak pengusaha kuliner lokal muda untuk mengisi acara kita. Harapannya penguasaha muda-mudi yang sedang merintis usaha bisa meraup keuntungan sebesar-besarnya di event ini. Aku punya target seratus pengusaha muda ikut serta di event yang sedang aku garap ini. Tidak hanya itu saja, aku juga menambahkan panggung konser musik dan panggung itu akan diisi oleh musisi-musisi terkenal sehingga nantinya banyak pengunjung yang datang ke acara kita. Semakin banyak pengunjung maka semakin banyak pula orang-orang yang membeli jajanan. Pengusaha untung kita pun untung"
Mendengar penjelasan dari Kevin tadi, aku mulai terbayang tentang project yang dia punya. Sepengetahuanku Kevin memang sudah beberapa kali mengadakan acara-acara besar. Aku pun menyetujui untuk ikut serta di project dia kali ini.
"Jadi, kamu mau menjadi apa di kepanitiaan event Indo Culinary Fest ini. Oh iya aku lupa, Sandi dan Pram sudah memilih posisi yang mereka mau. Sandi memegang keuangan, dalam hal ini dia berarti berperan sebagai bendahara. Sedangkan Pram dia memilih menjadi Koordinator Lapangan. Bagaimana kalau kamu aku sarankan menjadi bagian Humas saja ?"Tambah Kevin.
"Waduh terlalu berat tanggung jawabnya. Sebaiknya tempatkan aku sebagai volunteer saja" Aku sedikit ragu untuk memegang jabatan penting di event ini, apalagi jika acaranya mencangkup nasional. Aku sama sekali tidak punya pengalaman berorganisasi. Beruntungnya Kevin mengiyakan permintaanku, hanya saja aku ditugaskan untuk mencari tambahan orang untuk volunteer.
Sesudah pertemuan di Kedai Sarikopi, masing-masing dari kami mulai melaksanakan tugasnya. Kepanitiaan di event ini pun kian hari semakin bertambah. Kevin memanfaatkan kesempatan itu dengan membentuk divisi-divisi kecil untuk membantu kelancaran jalannya acara, sepengetahuanku ada divisi publikasi yang membantu penyebaran informasi ke banyak sosial media, ada divisi ticketing, divisi sponsorship, dan masih banyak lagi. Rapat demi rapat juga rutin dilakukan untuk mengetahui progres kerja dari setiap divisi. Tiga bulan bukanlah waktu yang lama untuk sebuah acara sebesar ini, membuat semua panitia harus bekerja ekstra cepat dan efektif.
Seperti yang sudah kukatakan, waktu tiga bulan berjalan dengan sangat cepat. Tiga hari menjelang jalannya acara, Aku baru merasa bekerja sebagai volunteer. Aku membagi tugas kepada kawan-kawan satu tim untuk bekerja menyebar di lapangan. Sial sekali, aku hanya diberi kuota 10 orang untuk tim relawan oleh Kevin. Dia bilang untuk menekan biaya pengeluaran. Inilah resiko bekerja dengan orang cina, semuanya serba diperhitungan. Padahal pekerjaan lapanganlah yang justru memerlukan banyak tenaga. Aku dan tim relawan lainnya mulai memasang pagar pembatas. Di sela-sela pekerjaan dihari pertama ini, aku mulai merasakan seperti ada yang janggal. Aku baru menyadari bahwa lapangan yang menjadi tempat diselenggarakannya acara ini dibagi menjadi dua bagian. Di bagian barat ada sebuah panggung yang berarti itu adalah tempat untuk berlangsungnya konser musik dan di sebelah timur hanya ada tenda-tenda yang berarti diperuntukan untuk para pedagang makanan. Kalau dibuat seperti ini berarti ada dua jenis tiket yang dijual, yaitu tiket khusus untuk menikmati konser dan tiket untuk memasuki area kuliner. Kalau dugaanku benar, berarti peluang para pedagang untuk mendapat keuntungan terasa dibatasi. Padahal jika tidak diberi pembatas para pengunjung yang sudah membeli tiket bisa membeli makanan yang dijajakan para penjual sambil menikmati konser musik.
Dugaanku tentang penjualan jenis tiket yang berbeda ternyata dibenarkan oleh divisi Ticketing. Tidak hanya itu saja, aku juga bertanya tentang harga tiket yang ditawarkan dan total penjualan tiket yang sudah terjual. Mereka bilang tiket khusus konser dijual dengan harga 75 ribu rupiah sedangkan tiket untuk bagian kuliner mereka jual dengan harga 45 ribu rupiah. Kedua tiket tersebut dapat dipesan melalui beberapa website dan hebatnya semua tiket yang ditawarkan sudah habis terjual. Wajar saja jika semua tiket terjual habis. Bagaimana tidak, acara ini menjalin dengan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar, mulai dari perusahaan rokok, perawatan kecantikan wanita, makanan ringan, sampai dengan bank swasta. Ditambah lokasi tempat acara ini yang berletak di sekitaran Jakarta Internasional Expo. Tempat yang memang menjanjikan untuk acara-acara besar. Namun, menurutku tiket untuk bagian kuliner terlalu mahal. Aku lebih setuju jika tiket bagian kuliner dijual dengan harga 15 ribu rupiah dengan begitu mereka bisa menjajankan sisanya untuk membeli makanan atau minuman yang dijual oleh para pedagang. Sisa 30 ribu di event kuliner sebesar ini tentu bisa dibelikan dua jenis makanan bahkan mungkin lebih.
***
Semua persiapan acara telah rampung diselesaikan. Menjelang subuh, sudah banyak tenda-tenda kuliner yang diisi oleh para pedagang. Mereka juga sedang sibuk mempersiapkan dagangannya untuk dijual nanti. Di hari yang krusial ini, aku ditugaskan sebagai penjaga pintu masuk. Tugas yang sangat sederhana sebagai relawan acara, hanya sekedar mengecek tiket para pengunjung sekaligus memeriksa barang bawaan mereka, berjaga-jaga jika ada pengunjung yang membawa barang-barang aneh dan berbahaya.
Sekitar jam delapan pagi, aku sudah duduk di pintu masuk dan belum juga ada satu pun pengunjung yang datang. Sebenarnya aku juga merasa risau sebab sedari tadi tidak ada sama sekali panitia yang datang ke pos penjagaanku. Jangankan panitia, aku bahkan belum melihat keberadaan Kevin untuk memonitor ke bagian kuliner. Sial, Aku pun mencoba menghubungi rekan-rekan lain melalui group, berharap beberapa panitia di bagian konser bisa datang ke sini dan membantuku tapi tidak ada yang merespon. Aku coba menelpon salah satu panitia di sana, tapi dia bilang tidak bisa sebab di bagian panggung semua panitia sudah mendapat porsi tugasnya masing-masing dan sekarang mereka sedang dalam masalah.
Di saat aku sedang menelpon, tiba-tiba saja ada tiga orang lelaki yang menghampiriku. "Mas, panitia di sini?" Tanya salah satu dari mereka dengan postur badan gemuk. Aku mengiyakannya. Ternyata mereka bertiga adalah pedagang di acara ini. "Mohon maaf sebelumnya, dari subuh tadi listrik di tenda kami belum dapat digunakan. Kami mohon kerjasamanya supaya permasalahan listrik ini segera diselesaikan". "Baik, kak. akan saya coba hubungi panitia yang bersangkutan. Mohon menunggu sebentar, ya. Terima kasih sudah melaporkan permasalahan ini". Mendengar pernyataan pedangan tadi, aku langsung mengutuk semua panitia di acara. Hal ini akan menjadi semakin kapiran kalau dibiarkan. Lagipula mengapa bisa mereka menempatkan ku sendirian di sini, bahkan petugas pengamanan pun tidak terlihat sama sekali.
Benar saja, kejanggalan-kejanggalan lain mulai bermunculan. Hari sudah hampir petang dan sebagai penjaga pintu masuk aku sama sekali tidak melihat ada pengunjung di area kuliner ini. Berbanding terbalik sekali dengan panggung di sebelah barat yang sudah sedaritadi penuh dengan pengunjung. Mereka sudah bernyanyi-nyanyi ria bersama dengan beberapa musisi yang tampil sedangkan di sini perasaan lesu menyelimuti wajah para pedagang.
Akhirnya, lagi dan lagi para pedagang menghampiriku, kali ini jumlah mereka lebih banyak dari sebelumnya. Aku mulai panik karena sudah mengetahui apa yang mereka akan lakukan kepadaku.
"Mas, sudah cukup main-mainnya. Sudah habis kesabaran kami. Pakai otak dong !!, kalian bilang tiket sudah habis terjual tapi kenapa tidak ada sama sekali pengunjung yang datang ke area ini. Selain itu, kenapa acara ini bagi menjadi dua bagian. Aneh sekali dan tidak ada pemberitahuan bahwa akan ada skema seperti ini. Kami semua di sini bayar, Mas. Tidak kecil nominalnya. Tentu kami berharap akan mendapat untung dua kali lipat dari yang kami bayarkan ke kalian karena ini event besar. tapi jangankan untung, balik modal saja tidak" Ujar salah-satu dari mereka.
"Maaf sebelumnya kakak-kakak sekalian. Saya hanya sukarelawan di sini. Tugas saya hanya menjaga di pintu masuk. Saya sudah berusaha menghubungi ketua dan semua penanggung jawab yang ada, tapi dari mereka tidak ada respon sama sekali. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi menyelesaikan permasalahan ini"
"Jangan bohong, Jangan sampai ente kita habisin bareng-bareng"Salah satu dari mereka yang lain kini berbicara sambil mencengkram erat kerah bajuku. Aku lihat orang ini sudah mengepalkan tangan kanannya dan bersiap melayangkan pukulan ke arah wajahku. Beruntung ada seorang wanita yang mencoba meredam amarahnya. Sejauh ini aku selamat.
"Sekarang mending ente jawab jujur, siapa yang paling bertanggung jawab di acara ini" Tambahnya.
"Kevin, Pram, dan Sandi" Jawabku.
"Dimana mereka ?"
"Saya gak tau, kak. Dari acara ini dimulai mereka belum terlihat sama sekali"
"Yaudah kalo gimana kalo kita semua ke stage sekarang juga. Kali aja di sana ada yang tau keberadaan ketiga bajingan ini. Gimana setuju gak?" Para pedagang pun bersorak ramai-ramai untuk menyetujui saran tersebut. "Ente ikut juga". Aku pun menggiring mereka ke bagian panita yang mengurusi acara konser. Saat sampai di sana, aku sangat kecewa sekali. Ternyata kebanyakan panita di bagian konser tidak seperti yang ceritakan. Aku lihat mereka bersantai-santai dan duduk manis menikmati acara yang sedang berlangsung. Awalnya para panita tidak panik saat melihatku, tapi semua beringsut berdiri dari tempat duduknya ketika mengetahui aku membawa sekumpulan pedagang yang penuh murka. Aku arahkan para pedagang ke penanggung jawab acara konser. Aku kenal dengan penanggung jawabnya, Mereka pun kembali menjelaskan permasalahan-permasalahan yang ada dibagian tenda-tenda kuliner dan memaksa untuk dipertemukan oleh Kevin, Pram, dan Sandi.
"Mohon maaf abang-abang sekalian. Saya juga gak tidak tahu-menahu permasalahaan yang ada di bagian barat dan saya juga sampai saat ini belum melihat keberadaan Kevin dan lainya. Kami pikir mereka bertiga ada di bagian kuliner. Saya di sini hanya memegang kendali di bagian konser" Kata salah satu Penanggung Jawab.
"Jangan pura-pura gak tau deh. Kami sudah muak dilempar kesana-kemari. Hampir aja anak muda ini menjadi bulan-bulanan masa para pedagang"Orang itu menunjuk ke arahku.
Aku mulai muak. Kali ini Aku sudah menyiapkan mental untuk mengungkapkan sesuatu yang sangat beresiko. "Dia adiknya Kevin". Salah seorang yang mendengar perkataanku tadi berlari dan langsung meleparkan bogem mentah ke arah wajah penanggung jawab itu. Merebut ponsel yang dimilikinya dan memaksa agar diberi kata sandi. Lewat penyelidikan dadakan itu lokasi Kevin, Pram, dan Sandi pun dapat terlacak. Ternyata mereka bertiga sudah berangkat ke pulau Bali bersama dengan kekasihnya masing-masing. Dengan begitu uang sebanyak ratusan bahkan mungkin milyaran di acara ini telah dibawa kabur oleh mereka bertiga. Para pedagang pun terlihat lesu saat menyadari kebobobrokan panitia acara ini.
Mata sebelah kanan Adik Kevin mulai lebam karena hantaman bogem mentah tadi. Para pedagang mulai melanjutkan introgasinya. Akan tetapi kebanyakan pertanyaan yang dilemparkan kepadanya tidak mampu dia jawab. Mereka terpaksa mengikat kedua tangan adik Kevin sebagai sandra, memfoto kondisi adik kevin yang mengenaskan lalu mengirimkan foto itu ke nomer Kevin, berharap Kevin akan iba dan segera kembali ke Jakarta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Seiring berjalannya kekacauan, ternyata bukan hanya pihak pedagang yang dirugikan. Penyewa tenda yang sampai saat ini belum dibayar sepeserpun, para manager musisi yang baru meneriwa setengah bayaran dari perjanjian yang telah disepakati, penyewa panggung, petugas pajak, biaya air, dan biaya listrik. Sial, itu berarti bayaranku sebagai volunteer juga terancam tidak dibayarkan jika memang Kevin menghabiskan semua uang yang dibawa kaburnya.
Sebenarnya Aku tidak terlalu memikirkan jika uang bayaranku sebagai volunteer tidak dibayarkan. Ada hal lain yang lebih mengkhawatirkan daripada tidak menerima bayaran yaitu Bagaimana jika ternyata aku juga menjadi tersangka dikasus ini lalu putus kuliah dan harus mendekam di penjara selama bertahun-tahun. Kevin benar-benar biadab, aku berjanji akan menjadi orang pertama yang menghajar wajahnya jika bertemu dengannya.
Posting Komentar
Posting Komentar