Judul : Convenience Store Woman
Penulis : Sayaka Murata
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Ninuk Sulistyawati
Tahun Terbit : 2016
ISBN : 9786020644394
Rating : 3.7/5
"Bagiku diam adalah cara terbaik, seni hidup yang paling rasional untuk menjalani hidup, aku bersikukuh dan tidak pernah bicara dari pada yang diperlukan" (hlm.15)
Sesi review buku kali ini hadir dari penulis asal negeri matahari terbit bernama Sayaka Murata. Seorang penulis yang telah memenangkan beberapa penghargaan seperti, Akutagawa Prize, Gunzo Prize for New Writers, Noma New Face Prize, dan Mishima Yukio Prize. Sekiranya itulah yang saya tahu tentang beliau di laman internet. Ini adalah pertemuan pertama saya dengan karya beliau. Tidak banyak ekspektasi yang saya berikan pada buku ini. Pertimbangan saya dalam memilih buku ini hanya karena desain cover yang menarik dan tidak telalu tebal. Hanya 160 halaman dan itu bisa menjadi bahan bacaan santai dalam sekali membukanya.
Ketika saya selesai membaca buku ini, saya merasa cerita yang dihadirkan kurang mengetuk rasa emosional. Semuanya berjalan datar seperti karakter pada tokoh utama yang datar dan polos dalam menanggapi lingkungan sekitar. Namun di sisi yang lain, buku ini memberikan banyak makna tersirat tentang kritik sosial yang ada di sekitar kita. Tanpa basa-basi lagi, mari kita masuk pada sesi ulasan bukunya.
Sinopsis
Makna Tersirat
Pada buku ini, 'Manusia Normal' diartikan sebagai sebuah standar keteraturan di dalam masyarakat. Di beberapa aspek, masyarakat mayoritas akan membentuk panduan hidup yang menurut mereka benar, seperti laki-laki harus mempunyai pekerjaan tetap sebelum menikah, perempuan seharusnya sudah punya suami sebelum umur tiga puluh, atau mungkin keharusan mempunyai anak bagi mereka yang sudah berpasangan. Bagi mereka yang tidak melakukan standar keteraturan tersebut maka akan dengan cepat dinilai sebagai orang yang aneh, bahkan bisa jadi menjijikan. Melalu penggambaran kehidupan Keiko selama menjadi pegawai minimarket, nantinya kita akan disadarkan bahwa sistem masyarakat seperti itu sangatlah keliru. Betapa setiap individu berhak atas pilihan hidup mereka sendiri dan masyarakat tidak perlu mencampuri hidup seseorang ataupun menghakimi pilihan hidupnya.
"...Mereka yang tidak berguna lagi bagi kelompok akan disingkirkan: laki-laki yang tidak berburu dan perempuan yang tidak mampu melahirkan keturunan. Meskipun masyarakat modern berbicara tentang Indivudalisme, mereka yang berbeda harus bersiap dicampuri urusannya, ditekan, dan akhirnya disingkirkan dari desa" (hlm. 91)
"....tapi pandangan mereka terarah kepadaku dengan rasa ingin tahu seolah aku ini makhluk hidup aneh. Aku sudah menjadi objek asing" (hlm. 82)
Selanjutnya adalah tentang sudut pandang saya terhadap latar minimarket yang tentunya menjadi ciri khas di buku ini. Menurut saya, minimarket di dalam cerita adalah sebuah perumpamaan dari pentingnya pengaruh bimbingan dan pedoman dalam hidup manusia.
Di dalam kasus ini, Keiko dianggap aneh karena dia punya pandangan berbeda dalam melihat dunia. Dia pendiam, polos, dan tidak terlalu memikirkan apa yang akan terjadi dalam hidupnya. Sehingga dia perlu mendapatkan pedoman dan bimbingan yang bisa membuatnya menjalani hidup dengan tenang. Pada kenyataanya sekolah dan keluarga Keiko gagal membimbing keistimewaan yang dia punya serta gagal dalam menjadi pedoman hidupnya. Alih-alih menjadi pedoman bagi Keiko, keluarganya justru menghakiminya dan menganggap bahwa Keiko perlu konseling dengan ahli. Bahkan pergi konseling bersama dengan ahli psikiater menghasilkan kekeliruan dalam memprediksi permasalahan Keiko.
Sampai pada akhirnya, Keiko mendaftarkan dirinya menjadi pegawai paruh waktu di minimarket. Di sana dia diberikan pedoman bagaimana caranya melayani pelanggan dengan baik, menata segala kebutuhan yang diperlukan oleh minimarket, dan sebagainya. Bertahun-tahun lamanya sampai Keiko bisa handal dan cekatan dalam mengurus minimarket bahkan dia sampai bisa menganalisis produk apa saja yang akan laris berdasarkan cuaca dan perubahan demografi disekitar minimarket. Hal itu memberikan kita sebuah gambaran bahwa Keiko senang dengan pekerjaannya dan minimarket sukses merubahnya secara drastis, sekaligus mengungkap bakat-bakat yang dimiliki oleh Keiko.
"Aku mahir menirukan video contoh atau contoh yang diperlihatkan pelatih di ruang belakang. Selama ini tidak ada yang mengajariku bagaimana berekspresi yang normal dan bagaimana cara berbicara" (hlm.9)
"Di minimarket semua dipaksa menjadi normal, dan orang sepertimu akan segera diperbaiki, batinku, sambil menatap Shiraha yang sedang berganti baju dengan malas-malasan" (hlm.72)
Itulah beberapa pandangan saya pada buku ini. Saya kira kita harus peka terhadap makna yang terkandung pada buku ini. Mungkin masih banyak lagi makna yang bisa dipetik melalu cerita yang hadirkan. Seperti aspek feminisme juga bisa kita dapatkan, namun saya memilih untuk tidak membahasnya karena merasa kurang kompeten. Saya kira hanya itu yang bisa saya berikan tentang buku "Convenience Store Woman". Semoga bisa menjadi bahan pertimbangan kalian dalam membeli buku. Mohon maaf apabila ada salah kata dalam penyampaiannya. Sekian dan terima kasih.
Salam hangat...
Posting Komentar
Posting Komentar