Image by Free-Photos by Pixabay |
Matahari belum bangun dari tidurnya dan bulan masih terlihat perkasa. Banyak orang telah sepakat bahwa jam 01.00 sudah dikategorikan pagi hari tapi nyatanya, mayoritas dari mereka masih terjaga pada tidurnya. Tertidur lelap dan mencapai bagian klimaks dalam mimpinya.
Pada jam-jam seperti ini Rondo dan Bogar adalah kelompok minoritas yang masih terjaga matanya. Cangkir berisi kopi, gitar, rokok, dan bungkus makanan ringan yang berserakan adalah perbekalan utama mereka. Di ruangan kontrakan yang sempit, tak banyak kegiatan yang dapat mereka lakukan selain sekedar bermalas-malasan sebagai pembalasan dari keruwetan aktivitas kuliah pada siang hari. Rondo selalu senang memainkan gitarnya dan menyanyikan banyak lagu dengan hikmat. Sedangkan Bogar sibuk menatap handphone-nya.
"Tak bosan-bosan kamu menatap wanita itu" Ujar Rondo lalu menyalakan sebatang rokok dan masih tetap memangku gitarnya.
Bogar hanya diam, dia sadar betul bahwa kata-kata Rondo tadi adalah awal dari sebuah ledekan nantinya.
Rondo menghisap rokoknya dalam-dalam, membiarkan asapnya bersemayam sebentar di dalam paru-parunya, setelah cukup rileks barulah ia menghembuskannya dengan perlahan. "Seperti ada yang berbeda tahun ini. tak kudengar ucapan selamat ulang tahun lewat voice note, apakah aku tidak salah lihat tanggal ?"
Bogar langsung terperanjat dari kasur lantas melihat kalender hasil pemberian dari salah satu partai saat kampanye yang dicoret oleh Rondo dan diganti dengan tulisan Partai Anjing. Lalu ia menyesuaikan tanggal yang ada di handphonenya. Alhasil Kalender benar dan aturan waktu di handphonenya salah.
Setalah menyadari bahwa sekarang adalah hari ulang tahun perempuan idamannya, gerak Bogar berubah 180 derajat. Seperti layaknya taruna yang sigap, ia langsung mengambil kemeja terbaiknya "Cepatlah ganti pakaianmu. Kita berangkat sekarang".
"Jangan bilang kamu akan ke rumah dia, hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun" Ujar Rondo.
"Aku ingin mengantarkan bunga untuk dia" Balas Bogar sambil menyemprotkan parfum di sekitar tubuhnya.
"Gila kamu Gar. Sekarang jam satu malam, mereka para pedagang baru saja menutup gerainya dan kamu mau beli bunga ?"Ujar Rondo dengan nada sedikit marah.
"Ikut atau jangan harap kamu bisa duduk di jok belakang motorku besok" Balas Bogar dengan santai, kali ini sambil menata rambutnya.
Tak ada ancaman yang bisa membuat seorang Rondo mati kutu selain tidak dapat tebengan dari Bogar. Jarak kontrakan ke kampusnya 14km dan itu jarak yang cukup jauh jika harus ditempuh dengan berjalan kaki.
Motor klasik C70 melesat meninggalkan kontrakan. Bagian yang paling dibenci oleh Bogar saat pergi keluar kontrakan adalah ketika harus keluar daerah pemukiman padat.Lorong-lorong yang sempit dan banyaknya kelokan membuat tangannya pegal. Beruntung ia berangkat saat warga sedang istirahat, jadi tidak terlalu sulit melewatinya. Biasanya pemukiman tempatnya tinggal penuh dengan orang-orang beraktifitas, seperti menjemur pakaian, anak-anak yang bermain, dan motor-motor yang diparkir sembarang.
Selama di perjalanan tak ada percakapan antara Rondo dan Bogar. Suasana legang semakin melebar. Hanya menyisakan suara mesin motor.
"Apakah kamu yakin ini rencana yang baik, Gar ?. Bagaimana jika dia sudah tidur ?" Rondo membuka percakapan.
Tangan kiri Bogar merogoh saku di celana jeansnya. Mengambil telepon seluler, lantas menunjukan profil seorang gadis yang masih online di aplikasi whatsapp kepada Rondo.
"Ok. Aku mengerti Semoga lancar".
Ternyata perkataan Rondo tentang pedagang tadi tidak berlaku bagi pasar tradisional. Truk pengangkut sayur sudah banyak yang berlabuh di sana dan orang-orang juga sudah terihat bertransaksi. Karena sebelumnya Bogar sudah pernah ke pasar, maka tak lama baginya untuk menemukan toko bunga. Hanya perlu waktu 10 menit untuk menemukan toko yang dituju. Saat baru memarkirkan motornya, mereka sudah diperlihatkan bermacam jenis bunga dan semuanya warnanya terlihat cerah. Rondo yang baru pertama kali mengunjungi toko bunga langsung terkesima melihatnya.
"Buket bunga ini cocok banget buat dia, Gar" Rondo menunjuk ke salah satu buket bunga dengan isi yang beragam.
"Bu, Mawar putihnya satu tangkai ya. Sekalian di bungkus juga" Ujar Bogar kepada ibu penjual.
Dengan tangan yang mahir, ibu penjual langusung mengambil setangkai mawar putih, membersihkannya, lalu membungkusnya dengan plasitk bening yang dibentuk meruncing pada bagian bawahnya.
"Semuanya jadi lima belas ribu, Mas." Ibu penjual menyodorkan bunga mawar yang telah rapih.
"Nih, bu. Makasih banyak ya".
Bogar langsung bergegas ke parkiran motor, di ikuti Rondo di belakangnya. Motor kembali menyala dan perjalanan dilanjutkan.
"Hanya satu tangkai ?" tanya Rondo.
"Ia suka warna putih, dan wanita selalu suka mawar". Jawab Bogar.
"Okay.. okay, tapi wanita lebih suka bunga tabungan".
Setelah menempuh jarak yang cukup jauh, akhirnya sampailah mereka ke rumah yang dituju. Rumah dengan pagar yang besar dan mewah. Tak jauh dari pagar terdapat pos kecil dengan seorang satpam yang sedang berjaga. Bogar sengaja memarkirkan motornya sedikit jauh dari pagar itu, sebab jika terlalu dekat pos satpam, maka sang satpam akan mencurigainya. Pernah sesekali Bogar mengunjungi rumah wanita idamannya itu dan langsung diusir karena sang satpam mengira ia adalah salesman.
Bogar merogoh saku dan mengambil telepon selulernya. Lalu mulai mendekatkanya dengan bibir. "Selamat ulang tahun Soraya. Semoga kamu panjang umur dan selalu diberikan kebahagiaan. Aku kirim kamu setangkai mawar dengan warna kesukaanmu. Maaf jika mengganggu. Mawarnya aku gantung di pagar, ya".
Bogar mengendap-endap mendekati pagar besar itu, gerakannya begitu senyap seperti sudah berlatih. Setelah jarak dirinya sudah dekat dengan pagar, ia menyelipkan mawar putih di antara hiasan-hiasan pagar. Sedangkan Rondo hanya menatap bingung melihat gerak-gerik Bogar.
"Kamu abis ngapain, sih Gar ?" Tanya Rondo.
Bogar tak menggubirs pertanyaan Rondo dan hanya sibuk melihat telepon selulernya.
"Mana Soraya ?, aku tak melihat batang hidungnya. Bahkan aku tidak melihatmu menyerahkan bunga mawar kepadanya" Rondo kembali mengoceh.
"Pelankan suaramu, Ndo. satpam akan mendengarnya" .
Kali ini Rondo yang mengeluarkan telepon selulernya dan mulai menelpon Soraya. "Halo, Ya. Bisa keluar dulu gak ?. Aku dan Bogar di depan rumahmu, nih. Ingin memberikan kamu hadiah".
Bogar berusaha merebut telepon genggam milik Rondo dan berupaya mengakhiri percakapan itu. Akan tetapi Rondo menghindar.
"Maaf . Ndo. aku ingin tidur. Aku sudah menyuruh Bogar untuk menggantung hadiahnya di pagar dan aku juga sudah ucapkan terima kasih lewat whatsapp" Jawab Soraya lewat telepon.
Panggilan langsung diakhiri.
"Kamu kok lancang banget, sih Ndo. Aku saja tidak berani menelpon dia" Bogar mulai naik pitam.
"Satu jam kita di perjalanan, tengah malam juga, belum lagi harus menahan dinginnya angin perjalanan. Aku ingin dia menghargai perjuanganmu, Gar".
Tiba-tiba datang sebuah mobil dari arah yang sama dan berhenti di depan rumah Soraya. Bogar dan Rondo yang tadi sedang beradu argumen, langsung menatap kearah mobil itu. Lalu, seorang lelaki dengan pakaian kasual keluar dari mobil. Lelaki itu terlihat santai saat berdiri di depan pagar, bahkan satpam yang sedang berjaga menyambutnya dengan ramah. Mereka terlihat berackap-cakap sebentar seolah sudah akrab. Tak lama Soraya juga menyambutnya dengan gembira lantas memeluk lelaki itu.
Bogar langsung menyalakan mesin motor, Rondo yang sudah paham dengan situasi langsung naik dan mereka segera beranjak pulang. Selama perjalanan mereka tidak bicara satu katapun, hanya suara angin yang menderu kencang.
Sesampainya dikontrakan, Bogar langsung menyeduh kopi sedangkan Rondo langsung menyalakan rokoknya.
"Lebih baik kamu berhenti mencintai dia, Gar. Sebagai sahabat aku capek liat kamu selalu tidak dihargai sama Soraya. Semua perjuanganmu selalu tertutupi oleh pria yang lebih kaya" Rondo membuka percakapan.
Bogar menyibukan diri dengan menyalakan rokoknya.
"Kalau aku jadi kamu, Gar. Mungkin aku tidak akan kuat" Tambah Rondo.
"Aku senang melakukannya, Ndo. Mungkin dimatamu terlihat sadis ketika melihat perlakuan Soraya kepadaku tetapi yang paling penting adalah soal prosesnya Ndo. Orang-orang menganggap bahwa jika ada kecewa di dalam sebuah percintaan maka mereka menganggapnya sebuah kecacatan. Bagiku cinta bukan soal itu, cinta adalah ketika orang-orang menganggap kita sudah terluka tapi kita tidak merasakan sakit itu dan senantiasa merasa bahagia melakukannya. Seperti dirimu yang rela bermain gitar berjam-jam meski ujung jari-jari sudah memerah. Jika cinta memberikan perih maka respon kita bukan berhenti mencinta lantas trauma dengannya, tapi yang diperlukan adalah istirahat sejenak untuk mengumpulkan tenaga supaya bisa punya perbekalan jika sewaktu-waktu cobaan itu datang lagi"
"Tak bosan-bosan kamu menatap wanita itu" Ujar Rondo lalu menyalakan sebatang rokok dan masih tetap memangku gitarnya.
Bogar hanya diam, dia sadar betul bahwa kata-kata Rondo tadi adalah awal dari sebuah ledekan nantinya.
Rondo menghisap rokoknya dalam-dalam, membiarkan asapnya bersemayam sebentar di dalam paru-parunya, setelah cukup rileks barulah ia menghembuskannya dengan perlahan. "Seperti ada yang berbeda tahun ini. tak kudengar ucapan selamat ulang tahun lewat voice note, apakah aku tidak salah lihat tanggal ?"
Bogar langsung terperanjat dari kasur lantas melihat kalender hasil pemberian dari salah satu partai saat kampanye yang dicoret oleh Rondo dan diganti dengan tulisan Partai Anjing. Lalu ia menyesuaikan tanggal yang ada di handphonenya. Alhasil Kalender benar dan aturan waktu di handphonenya salah.
Setalah menyadari bahwa sekarang adalah hari ulang tahun perempuan idamannya, gerak Bogar berubah 180 derajat. Seperti layaknya taruna yang sigap, ia langsung mengambil kemeja terbaiknya "Cepatlah ganti pakaianmu. Kita berangkat sekarang".
"Jangan bilang kamu akan ke rumah dia, hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun" Ujar Rondo.
"Aku ingin mengantarkan bunga untuk dia" Balas Bogar sambil menyemprotkan parfum di sekitar tubuhnya.
"Gila kamu Gar. Sekarang jam satu malam, mereka para pedagang baru saja menutup gerainya dan kamu mau beli bunga ?"Ujar Rondo dengan nada sedikit marah.
"Ikut atau jangan harap kamu bisa duduk di jok belakang motorku besok" Balas Bogar dengan santai, kali ini sambil menata rambutnya.
Tak ada ancaman yang bisa membuat seorang Rondo mati kutu selain tidak dapat tebengan dari Bogar. Jarak kontrakan ke kampusnya 14km dan itu jarak yang cukup jauh jika harus ditempuh dengan berjalan kaki.
Motor klasik C70 melesat meninggalkan kontrakan. Bagian yang paling dibenci oleh Bogar saat pergi keluar kontrakan adalah ketika harus keluar daerah pemukiman padat.Lorong-lorong yang sempit dan banyaknya kelokan membuat tangannya pegal. Beruntung ia berangkat saat warga sedang istirahat, jadi tidak terlalu sulit melewatinya. Biasanya pemukiman tempatnya tinggal penuh dengan orang-orang beraktifitas, seperti menjemur pakaian, anak-anak yang bermain, dan motor-motor yang diparkir sembarang.
Selama di perjalanan tak ada percakapan antara Rondo dan Bogar. Suasana legang semakin melebar. Hanya menyisakan suara mesin motor.
"Apakah kamu yakin ini rencana yang baik, Gar ?. Bagaimana jika dia sudah tidur ?" Rondo membuka percakapan.
Tangan kiri Bogar merogoh saku di celana jeansnya. Mengambil telepon seluler, lantas menunjukan profil seorang gadis yang masih online di aplikasi whatsapp kepada Rondo.
"Ok. Aku mengerti Semoga lancar".
Ternyata perkataan Rondo tentang pedagang tadi tidak berlaku bagi pasar tradisional. Truk pengangkut sayur sudah banyak yang berlabuh di sana dan orang-orang juga sudah terihat bertransaksi. Karena sebelumnya Bogar sudah pernah ke pasar, maka tak lama baginya untuk menemukan toko bunga. Hanya perlu waktu 10 menit untuk menemukan toko yang dituju. Saat baru memarkirkan motornya, mereka sudah diperlihatkan bermacam jenis bunga dan semuanya warnanya terlihat cerah. Rondo yang baru pertama kali mengunjungi toko bunga langsung terkesima melihatnya.
"Buket bunga ini cocok banget buat dia, Gar" Rondo menunjuk ke salah satu buket bunga dengan isi yang beragam.
"Bu, Mawar putihnya satu tangkai ya. Sekalian di bungkus juga" Ujar Bogar kepada ibu penjual.
Dengan tangan yang mahir, ibu penjual langusung mengambil setangkai mawar putih, membersihkannya, lalu membungkusnya dengan plasitk bening yang dibentuk meruncing pada bagian bawahnya.
"Semuanya jadi lima belas ribu, Mas." Ibu penjual menyodorkan bunga mawar yang telah rapih.
"Nih, bu. Makasih banyak ya".
Bogar langsung bergegas ke parkiran motor, di ikuti Rondo di belakangnya. Motor kembali menyala dan perjalanan dilanjutkan.
"Hanya satu tangkai ?" tanya Rondo.
"Ia suka warna putih, dan wanita selalu suka mawar". Jawab Bogar.
"Okay.. okay, tapi wanita lebih suka bunga tabungan".
Setelah menempuh jarak yang cukup jauh, akhirnya sampailah mereka ke rumah yang dituju. Rumah dengan pagar yang besar dan mewah. Tak jauh dari pagar terdapat pos kecil dengan seorang satpam yang sedang berjaga. Bogar sengaja memarkirkan motornya sedikit jauh dari pagar itu, sebab jika terlalu dekat pos satpam, maka sang satpam akan mencurigainya. Pernah sesekali Bogar mengunjungi rumah wanita idamannya itu dan langsung diusir karena sang satpam mengira ia adalah salesman.
Bogar merogoh saku dan mengambil telepon selulernya. Lalu mulai mendekatkanya dengan bibir. "Selamat ulang tahun Soraya. Semoga kamu panjang umur dan selalu diberikan kebahagiaan. Aku kirim kamu setangkai mawar dengan warna kesukaanmu. Maaf jika mengganggu. Mawarnya aku gantung di pagar, ya".
Bogar mengendap-endap mendekati pagar besar itu, gerakannya begitu senyap seperti sudah berlatih. Setelah jarak dirinya sudah dekat dengan pagar, ia menyelipkan mawar putih di antara hiasan-hiasan pagar. Sedangkan Rondo hanya menatap bingung melihat gerak-gerik Bogar.
"Kamu abis ngapain, sih Gar ?" Tanya Rondo.
Bogar tak menggubirs pertanyaan Rondo dan hanya sibuk melihat telepon selulernya.
"Mana Soraya ?, aku tak melihat batang hidungnya. Bahkan aku tidak melihatmu menyerahkan bunga mawar kepadanya" Rondo kembali mengoceh.
"Pelankan suaramu, Ndo. satpam akan mendengarnya" .
Kali ini Rondo yang mengeluarkan telepon selulernya dan mulai menelpon Soraya. "Halo, Ya. Bisa keluar dulu gak ?. Aku dan Bogar di depan rumahmu, nih. Ingin memberikan kamu hadiah".
Bogar berusaha merebut telepon genggam milik Rondo dan berupaya mengakhiri percakapan itu. Akan tetapi Rondo menghindar.
"Maaf . Ndo. aku ingin tidur. Aku sudah menyuruh Bogar untuk menggantung hadiahnya di pagar dan aku juga sudah ucapkan terima kasih lewat whatsapp" Jawab Soraya lewat telepon.
Panggilan langsung diakhiri.
"Kamu kok lancang banget, sih Ndo. Aku saja tidak berani menelpon dia" Bogar mulai naik pitam.
"Satu jam kita di perjalanan, tengah malam juga, belum lagi harus menahan dinginnya angin perjalanan. Aku ingin dia menghargai perjuanganmu, Gar".
Tiba-tiba datang sebuah mobil dari arah yang sama dan berhenti di depan rumah Soraya. Bogar dan Rondo yang tadi sedang beradu argumen, langsung menatap kearah mobil itu. Lalu, seorang lelaki dengan pakaian kasual keluar dari mobil. Lelaki itu terlihat santai saat berdiri di depan pagar, bahkan satpam yang sedang berjaga menyambutnya dengan ramah. Mereka terlihat berackap-cakap sebentar seolah sudah akrab. Tak lama Soraya juga menyambutnya dengan gembira lantas memeluk lelaki itu.
Bogar langsung menyalakan mesin motor, Rondo yang sudah paham dengan situasi langsung naik dan mereka segera beranjak pulang. Selama perjalanan mereka tidak bicara satu katapun, hanya suara angin yang menderu kencang.
Sesampainya dikontrakan, Bogar langsung menyeduh kopi sedangkan Rondo langsung menyalakan rokoknya.
"Lebih baik kamu berhenti mencintai dia, Gar. Sebagai sahabat aku capek liat kamu selalu tidak dihargai sama Soraya. Semua perjuanganmu selalu tertutupi oleh pria yang lebih kaya" Rondo membuka percakapan.
Bogar menyibukan diri dengan menyalakan rokoknya.
"Kalau aku jadi kamu, Gar. Mungkin aku tidak akan kuat" Tambah Rondo.
"Aku senang melakukannya, Ndo. Mungkin dimatamu terlihat sadis ketika melihat perlakuan Soraya kepadaku tetapi yang paling penting adalah soal prosesnya Ndo. Orang-orang menganggap bahwa jika ada kecewa di dalam sebuah percintaan maka mereka menganggapnya sebuah kecacatan. Bagiku cinta bukan soal itu, cinta adalah ketika orang-orang menganggap kita sudah terluka tapi kita tidak merasakan sakit itu dan senantiasa merasa bahagia melakukannya. Seperti dirimu yang rela bermain gitar berjam-jam meski ujung jari-jari sudah memerah. Jika cinta memberikan perih maka respon kita bukan berhenti mencinta lantas trauma dengannya, tapi yang diperlukan adalah istirahat sejenak untuk mengumpulkan tenaga supaya bisa punya perbekalan jika sewaktu-waktu cobaan itu datang lagi"
Posting Komentar
Posting Komentar