Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Cerpen 'Pemuda dan Botol pada Saku Kemejanya'

    

Image by Steve Buissinne from Pixabay 

    Suara-suara lantuan murotal menjelang adzan subuh telah terdengar. Suasana kampung masih sepi saat itu, lampu-lampu setiap rumah juga belum menunjukan sinarnya. Hanya ada suara kokok ayam yang saling sahut-menyahut. Pertanda bahwa warga belum bangun dari tidurnya.

    Di tempat dimana suara murotal Al-Quran itu dilantunkan atau lebih tepatnya di masjid, seorang marbot yang sudah cukup tua hendak mengganti kaset pada DVD player. Namun, sebelum memasukan kasetnya, ia meniup terlebih dahulu bagian tengahnya dan membersihkannya menggunakan salah satu bagian baju yang ia kenakan. Setelah itu barulah ia masukan kaset tersebut. Kaset itu memutar surah Al-Quran yang berbeda dari sebelumnya, surah Al-Kahfi. Murotal yang tadi sempat berhenti kini kembali berdengung di langit-langit.

    Marbot itu bernama Pak Tohir. Sudah lama sekali ia mengurus masjid Al-Huda. Terhitung seperenpat umurnya telah ia habiskan di sana. Tentu tugasnya tak jauh dari  membersihkan lantai dan menjemur karpet masjid. Terkadang ia juga melakukan adzan jika Pak Haji Sobari sedang tak ada atau sedang mengisi kajian di kampung lain. Menyetel murotal memang menjadi rutinitas Pak Tohir di Masjid Al-Huda, hal itu dilakukannya sebagai pengingat warga sekitar bahwa waktu adzan subuh telah dekat. Ia biasa menyetelnya tiga puluh menit sebelum adzan.

    Setelah mengganti kaset, Pak Tohir lantas menggelar sajadah untuk imam. Ia juga menyapu karpet shaf bagian depan untuk para jamaah shalat subuh nanti. Sengaja ia  membersihkan hanya bagian depan saja sebab toh pada shalat subuh hanya sedikit jamaahnya, bahkan satu shaf pun tidak penuh. Pengalaman membuatnya tahu betul situasi masjid di kampungnya.

    Ia masih sibuk membersihkan karpet shaf bagian depan kala itu, sampai akhirnya terhenti saat seorang lelaki dengan telanjang dada menghampirnya.

    Pak Tohir masih dalam keadaan jongkok dan memperhatikan langkah pria itu yang semakin mendekatinya.

    Pak, volume spekernya tolong lah dikeciliin. Saya banyak mendapat keluhan tentang ini. Menggangu katanya”Pria itu membenarkan sarungnya yang sedikit melorot.

    Pak Tohir pun berdiri dan berkata “Tapi ini sudah yang paling kecil, Pak RT”.

    “Besok langsung adzan sajalah”Jawab Pak RT.

    “Nanti saya bilang dulu ke Pak Haji, ia yang memberi amanat saya untuk menyetel murotal sebelum adzan”

    Pak RT hanya menunjukan posisi tolak pinggang, hal itu membuat otot dada dan otot bisep pada lengannya terlihat gagah.

    Pak RT yang telah kehabisan kata-kata pun langsung meninggalkan ruangan masjid. Namun ia sempat melemparkan raut wajah yang kesal kepada Pak Tohir. Maklum saja ia sedikit kesal kepada marbot itu, sedari malam ia memang mendapat banyak urusan dari warganya yang ingin mengurus dokumen penting dan pekerjaannya itu baru selesai sekitar jam dua pagi setelah mengurus dokumen dengan seorang wanita.

    Waktu adzan subuh telah masuk, Pak Tohir berdiri di depan pengeras suara dan mulai melantunkan adzan. Suaranya cukup merdu untuk seorang yang telah berumur setengah abad lebih. Nafasnya diatur sangat baik sehingga tidak menimbulkan suara fals. Ia mengambil jeda untuk menarik nafas panjang dan mengeluarkan suara cukup kencang saat melafadzkan bagian Ash sholatu khoirum Minan Naum.

    Sudah lewat lima menit setelah adzan dikumandangankan dan Pak Tohir juga telah selesai melaksanakan sholat sunnah. Namun, orang-orang yang biasa pergi ke masjid tidak terlihat. Haji Sobari juga belum muncul. Pak Tohir mengok kebelakang dan menenok lagi ke arah tempat wudhu untuk mencari orang selain dia, Di tempat wudhu juga tak ada tanda-tanda percikan air mengalir. Sampai pada akhirnya matanya tertuju pada seorang pemuda yang tengah bersandar di salah satu tiang masjid. Seorang pemuda yang terlihat sedang tertunduk seperti padi yang telah menguning. Pak Tohir berdiri lagi di depan pengeras suara untuk iqamah.

    Setelah iqomah dikumandangkan, ternyata Pak Sobari telah datang dan berdiri di belakang Pak Tohir

    “Monggo, Pak” Pak Tohir menunjuk dengan ibu jarinya ke arah sajadah imam.    

    “Tumben sepi sekai”

    Pak Tohir hanya terdiam.

    Pemuda itu baru berdiri ketika Haji Sobari telah siap takbiratul Ikhram. Saat beranjak dari sandarannya, pemuda itu sedikit sempoyongan dan terlihat seperti hilang keseimbangan. Mungkin karena terlalu lama duduk dan tertunduk, sehingga aliran darahnya kurang lancar. Akan tetapi, pada akhirnya ia mampu masuk kedalam shaf walapun sedikit terseok-seok.

    Pemuda itu berdiri di samping Pak Tohir tentunya, berdirinya terlihat sedikit tak sempurna, seperti agak condong ke kanan. Matanya terpejam seakan-akan menghayati bacaan. Karena Haji Sobari membacakan surah yang bisa dibilang cukup panjang, sekarang pemuda itu sedikit gelisah. Terlihat dari gerak kakinya yang tak bisa diam.

    Pembacaan surah Al-fatihah telah masuk pada bagian rakaat kedua, akan tetapi pemuda itu tidak mengucapkan kata aamiin. Tubuhnya masih saja sedikit bergoyang di bagian rukuk. Dan pada bagian sujud terakhir tubuhnya lama tak beranjak padahal imam telah sampai pada bagian tahiyatul akhir.  

    “Assalammualikumwarohmatullah”

    Shalat telah usai dan pemuda itu masih dalam posisi bersujud.

    Pak Tohir dan Haji Sobari memandangi pemuda itu dengan penuh keheranan, masing-masing dari mereka sudah punya firasat tidak mengenakan.

    “Mas..”Pak Tohir mencoba menepuk pundaknya tida kali.

    Pemuda itu tak merespon.

    Haji Sobari meletakan tangannya ke leher pemuda itu.

    “Innalillahi waninnailaihi rojiun,..Masyaallah. Rebahkan posisinya, Hir”

    Direbahkah tubuh pemuda itu sampai terlentang dan terlihat pada saku kemejanya sebuah botol kecil berbentuk persegi. Pemuda itu telah mati dalam keadaan mulut menganga. Dari mulutnya itu tercium bau busuk anggur merah yang telah bercampur air lirnya. 

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter