Photo by Republika Penerbit |
Judul : Rindu
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
ISBN : 978-602-8997-90-4
Tahun Terbit : 2014
Genre : Kehidupan
Penilaian : 4,2 / 5
“Selalu menyakitkan saat kita membenci sesuatu. Apalagi jika itu ternyata membenci seseorang yang seharusnya kita sayangi” (halaman 372)
Assalammualaikum Wr Wb
Pada postingan review novel TENTANG KAMU, saya sempat menyinggung buku RINDU karya Tere Liye. Dari situ saya mendapat ide, kenapa tidak sekalian saja saya buatkan review buku RINDU.
Mari kita mulai dengan membahas segi fisik buku ini terlebih dahulu. Warna buku ini hampir mirip dengan buku Tentang Kamu, yaitu warna oranye. Jika pada novel Tentang Kamu terdapat gambar sepatu di cover depannya, lain halnya dengan novel Rindu. Pada cover depannya hanya terdapat satu kata “Rindu” dengan latar gambar selembar kertas. Untuk total jumlah halamannya ialah 544 halaman ditambah dengan satu halaman pengantar dan satu halaman daftar isi. Semua bagian cerita terbagi menjadi 51 Bab. Tebal betul bukan ?.
Buku RINDU yang saya punya ini adalah cetakan lama, untuk cetakan barunya pada cover diubah menjadi warna putih.
Secara mayoritas, buku ini mengambil latar tempat pada sebuah Kapal Uap bernama BLITAR HOLLAND yang menempuh perjalanan mengangkut jemaah haji dari Makassar. Mengapa harus kapal uap ? bukankah bisa pakai pesawat ?. Jika kalian bertanya seperti itu, maka jawabannya simpel. Karena latar waktu yang digunakan adalah tahun 1938. Jadi belum ada pesawat, ya.
Tere Liye cukup apik menggambarkann suasana tahun 1938. Hal itu cocok untuk kalian kamu muda, khusunya kaum milenial yang ingin menambah wawasan tentang Indonesia pada jaman penjajahan. Saat membaca buku ini saya banyak mendapat kejutan tentang Indonesia pada jaman jadul. Seperti suasana pasar yang masih dijaga penjajah Belanda, sampai penggunaan Tremm di Indonesia. Saya tak menyangka kalau Indonesia pernah punya transportasi Tremm seperti di negara Inggris dan itu terjadi pada jaman jadul..
Total penokohannya terdapat 17 tokoh, namun yang menjadi fokus permasalahan utama dalam novel ini terdapat tujuh tokoh, yaitu Gurutta Ahmad Karaeng, Daeng Adipati, Anna, Elsa, Ambo Uleng, Bonda Upe, Kapten Philips, Ruben, Chef Lars, dan serdadu Belanda.
Gurrutta Ahmad Karaeng adalah ulama mahsyur dari Sulawesi. Kemahsyurnanya itu tidak hanya di Sulawesi tapi juga terkenal di hampir pulau Indonesia. Namun kemahsyuran tersebut membuat dia di benci oleh kaum Belanda. Saat di kapal ia sempat beberapa kali berseteru oleh pihak serdadu Belanda, bahkan ia di cap sebagai Inlander atau penyebar paham radikal yang dapat membahayakan keutuhan Belanda di Indonesia.
Selanjutnya, Daeng Adipati. Ia adalah seorang pebisnis muda yang kaya raya. Bisnisnya beragam, seperti macam-macam rempah dan kebutuhan pokok. Perjalanan hajinya ditemani dua anak yang lucu,yaitu Anna dan Elsa, serta sang Istri.
Lalu ada Ambo Uleng, Ia adalah seorang Kelasi di kapal BLITAR HOLAND. Sebelum menjadi kelasi di kapal, ia adalah seorang pelaut yang tangguh. Bahkan ia sudah melaut sedari kecil untuk membatu ayahnya mengantarkan barang dan rempah-rempah. Semua itu dibuktikan dengan kulitnya yang coklat kehitam-hitaman dan tubuh yang cukup kekar. Namun sayang, masa lalu yang kelam membuatnya berubah 180 derajat dan menjadikannya seorang yang pendiam. Sebuah masa lalu yang miris. Masa lalu itu juga lah yang membuatnya ingin pergi jauh, sejauh mungkin agar bisa melupakannya. Dari situ Ia bertemu dengan Ruben, kawan kerjanya yang banyak bicara.
Selanjutnya, Bonda Upe. Ia adalah seorang muslimah muda berwajah oriental khas negeri tiongkok yang cantik dan pintar. Kepintaranya tersebut membuatnya di tunjuk oleh Gurruta untuk mengajar pengajian bagi anak-anak di Kapal. Namun ia adalah perempuan yang tertutup dan jarang bergaul. Satu alasannya, yaitu sebuah trauma yang masih menghantuinya.
Masuk kepada isi cerita, menurut saya setiap jalan cerita akan melibatkan banyak emosi bagi pembacanya. Entah itu sedih, miris, marah, dan senang. Majas yang digunakan juga tidak terlalu berlebih sehingga mudah untuk dimengerti
Bagian yang paling menarik dan tentunya mengandung banyak pesan moral adalah ketika menjawab pertanyaan dari kelima tokoh, yaitu pertanyaan Bonda Upe, Ambo Uleng, Ruben, dan Daeng Adipati yang dilontarkan kepada Gurutta, serta pertanyaan Gurtta yang ia layangkan kepada dirinya sendiri. Sebuah pertanyaan tentang kelamnya hidup dan masa lalu yang suram.
Pada bagian akhir cerita, kalian dijamin akan dibuat takjub oleh bang Tere Liye. Sedikit bocoran, bagian ending akan membahas tentang Ambo Uleng.
Cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, semakin tulus kau melepaskannya. Besok lusa, jika dia cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara yang mengagumkan. (halaman 492).
Semoga review ini bermanfaat dan dapat menghibur. Sekian dan terima kasih.
Posting Komentar
Posting Komentar