Judul : Si Parasit Lajang
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : Gagas Media
ISBN : 9791-97784-2-5
Tahun Terbit : 2003
Penilaian : 3,4 /4
" Saya kira, bahwa agama merupakan salah satu dari lima keingintahuan utama orang Indonesia. (Empat yang lain : umur, status perkawinan, suku, dan pekerjaan-kalau perlu penghasilannya juga)" - Ayu Utami
Setelah mengulas dua buku karya Mba Ayu Utami yang kontroversial, yaitu Saman dan Larung, tak lengkap rasanya kalau belum mengulas buku yang satu ini. Tapi jangan mengira bahwa buku yang akan saya ulas ini merupakan lanjutan dari kedua buku tersebut sebab buku ini merupakan buku yang berbeda dari sebelumnya. Baik dari alur cerita maupun teknik penulisannya. Teknik penulisan menjadi bagian yang kontras, pada novel Saman dan Larung dalam teknik penulisannya Mba Ayu sangat menunjukan suasana kesusastraannya yang begitu kental. Lain halnya dengan buku Si Parasit Lajang ini yang dalam penulisannya dapat saya ungkapkan dengan tiga kata, yaitu ringan, tajam, dan nyeleneh. Lho,mengapa bisa nyeleneh ?, langsung saja simak penjelasan berikut ini.
Secara garis besar, buku ini merupakan buku kumpulan cerita dan pembahasan yang berdiri sendiri. Masih bingung, ya ?. Okay secara simpelnya pada setiap bagiannya merupakan pembahasan suatu hal yang langsung selesai. Namun, menurut pendapat saya, buku ini sejatinya ialah kumpulan esai. Bagi kalian yang tak tahu apa itu esai, esai merupakan karya tulis yang berisikan pendapat penulis beserta dengan pembuktian-pembuktian untuk menguatkan argumennya dan ditulis dengan kaidah penulisan yang akademis. Disinilah letak ke-khasan buku ini, walaupun bertajuk esai Mba Ayu menulisnya dengan bahasa yang cenderung kasual dan ringan. Adapun tema yang dibahas dalam buku ini ialah seputar seks, gender, kehidupan, sampai dengan politik.
Oh ya, satu hal yang harus kalian ketahui tentang Mba Ayu Utami, Ia adalah seorang penulis sekaligus aktivis feminis yang getol mengkritik tindakan-tindakan patriakal yang berkembang di masyarakat. Bahkan, karena ke-feminisannya itu ia tak percaya pada pernikahan. Wah. ekstream juga ya Mba Ayu.
Kembali pada topik pembahasan, buku ini memiliki tiga tema yang terpisah. Bagian pertama membahas khusus tentang kehidupan, bagian ketiga membahas seks dan gender, bagian terakhir membahas tentang politik dan negara. Total jumlah judul yang terkandung dari ketiga bagian tersebut ialah 34 judul. Bicara soal judul, dijamin akan membuat kalian geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak, terdapat bagian dengan judul Surat dari Jelangkung, Sudahkah Anda Minum Pipis Sendiri ? dan Super Kondom. Itulah alasan mengapa saya menyebutkanya sebagai buku yang nyeleneh. Tak hanya itu saja, pada setiap tulisannya Mba Ayu juga cukup berani memasukan hal-hal yang dianggap tabu untuk dibahas, khususnya seks. Kata-kata seperti masturbasi, penis, dan lainya gamblang dibahas di buku ini. Maka dari itu saya tak menganjurkan buku ini untuk kalian yang masih berumur dibawah 18 tahun.
Satu lagi judul yang nyeleneh |
Setiap pembahasan yang ia tuliskan pada umumnya merupakan pengalaman yang ia alami sendiri dan beberapa pandangannya tentang kejadian yang sedang heboh pada masanya. Di dalam pembahasannya itu Mba Ayu juga menyelipkan kritik dan satire yang cukup tajam kepada pemerintah. Dan kritiknya tersebut masih relevan sampai dengan hari ini.
"Maka, trotoar penuh ranjau adalah keadaan terberi. Anggap saja kota ini hutan dan birokrat itu adalah salah satu spesies yang suka membangun. Tapi, jika berang-berang membangun bendungan, birokrat membangun jebakan" (halaman 15).
Karena mempunyai wawasan tentang feminisme, tentu kritik tentang ketidakadilan kepada perempuan juga kental ditulis di buku ini. Lebih tepatnya pada bagian Seks dan Jender. Pembahasan paling favorit menurut saya ialah ketika membahas ketidakadilan perempuan pada Blue Film dan penggunaan alat pencegah kehamilan.
"Kondom, sejauh digunakan dengan benar, adalah pencegah kehamilan yang baik hati pada perempuan. Sayangnya,, kebanyakan pria adalah LOK (Lelaki Ogah Kondom)" (halaman 51).
Dari kutipan tersebut, Mba Ayu ingin menyampaikan bahwasanya kondom merupakan jalan terbaik untuk mencegah kehamilan dari pada cara lain seperti, penanaman spiral atau meminum pil. Hal itu dikarenakan risiko kesehatan yang disebabkan oleh kedua alat tersebut terlalu besar untuk kaum perempuan.
Pada bagian akhir buku ini kalian para pembaca akan diberi alasan-alasan mengapa Mba Ayu tidak menikah. Bagian yang menurut saya ter-nyeleneh. Akan tetapi, setelah dipikir secara mendalam, alasan yang nyeleneh itu ternyata ada benarnya juga.
Mungkin sampai sini saja review yang dapat saya berikan kepada kalian tentang buku Si Parasit Lajang ini. Sebagai penutup pembahasan kali ini, saya ingin menutupnya dengan kutipan pada buku ini yang menurut saya penting untuk disampaikan.
"Mengapa warna putih sangat dipuja, khususnya yang berkaitan pada fisik seseorang, sedemikian kerennya dimata masyarakat Indonesia sedangkan kulit hitam dan kecoklatan terlihat tak menarik. Hal itu dikarenakan budaya kolonial yang menjadikan orang-orang berkulit hitam identik dengan pekerja rendahan seperti bertani dan buruh. Padahal di dunia barat kulit kecoklatan sangat diidamkan karena identik dengan orang-orang kaya dan tajir yang berlibur dengan paket berjemur di pantai"- Ayu Utami
Posting Komentar
Posting Komentar