Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Cerpen : Le Sourire

    

    Sorridi adalah namanya. Dia dilahirkan ke dunia tanpa pernah tahu siapa orangtuanya. Seakan-akan tak puas dengan penderitaan itu, dunia menambahkan satu lagi keprihatinan hidup untuk Sorridi yaitu sebuah kecacatan fisik. Bukan buta, tuli, ataupun gagu tapi sebuah senyum pada wajahnya. Sebuah senyum yang tak pernah padam setiap detik. Senyum itu selalu terlihat di setiap hari-harinya. 
    Karena kecacatan itulah Sorridi selalu menjadi bahan ejekan oleh teman-teman sebayanya. Di sekolah Dia kerap kali dipanggil dengan sebutan Si Aneh. Pantaslah Dia mendapat julukan itu karena raut wajah Sorridi yang selalu tidak cocok dengan suasana yang sedang dihadirkan sekitar. Sebagai contoh, ketika kelas sedang dalam keadaan berkabung karena salah satu orangtua siswa meninggal, dia malah tersenyum. Hal itu harus membuat Sorridi sampai harus dikeluarkan dari kelas sejenak karena dianggap sebagai ketidaksopanan oleh gurunya. 
   Senyum membuat Sorridi menjadi seorang yang kesepian. Tidak pernah ada yang mau mendekatinya barang untuk bersenda gurau. Pada waktu istirahat seperti saat ini, Dia hanya duduk memangku tangan pada bangku taman sambil menatap keramaian sekitar. Lalu disela-sela itu akan ada segerombolan siswa atau siswi yang lamat-lamat terdengar membicarakan tentang keanehan yang dimiliki Sorridi. 
    Ungkapan bahwa senyum akan membuat dunia berwarna tak berlaku baginya. Dari senyum abadi yang dimiliki Sorridi, orang-orang menjadi bertindak semena-mena. Mereka tidak peduli dengan perbuatan yang telah mereka lakukan kepada Sorridi. Mereka berpikir bahwa Sorridi akan selalu bahagia dengan senyumnya. Sulitlah memang menjadi seorang Sorridi. 
  Namun semua itu tidak seberapa. Senyum juga membuatnya menjadi begitu sulit untuk mengekspresikan suasana hatinya. Apapun jenis suasana hati yang sedang dia rasakan, baik kecewa, sedih, gembira, galau, atau apapun itu, rautnya akan tetap memperlihatkan sebuah senyum. 
    Ketika malam tiba, Dia akan menatap pada cermin di kamar tidurnya. Dalam tatapan tersebut, di lubuk hatiya dia mempertanyakan tentang garis kehidupan yang diberikan Tuhan. Tentang alasan mengapa dirinya bisa dilahirkan ke dunia dalam keadaan miris. Tak kuasa Sorridi menahan beratnya kehidupan. Perlahan air matanya jatuh melewati pipi. Sorridi memang seorang laki-laki akan tetapi bukan berarti dia tidak boleh menangis. Dia sedih tapi tetap tersenyum.  
    Dingin angin malam dari luar jendela mengelus pipinya yang basah karena air mata. Akhirnya, Dia mengelap habis sia-sia air mata yang ada menggunakan lengan baju. Sorridi mulai bangkit dari kesedihan. Tiba-tiba, terbesit dipikirannya untuk mencari cara agar bisa menutupi kecacatan yang dia punya. Mencoba mencari cara supaya senyum abadinya bisa lenyap malam ini. Dia paksakan otot-otot pipinya namum sayang rautnya kembali menunjukan sebuah senyum. 
    Dari kejadian tadi malam, Sorridi mulai bertekat kuat untuk menghilangkan senyumnya. Hari demi hari Dia melatih otot-otot pipinya. Dia yakin bahwa sesuatu yang terus dilakukan maka akan menghasilkan sebuah perubahan. 
    Supaya tidak terlihat aneh saat melatih otot-ototnya, kini Sorridi selalu memakai masker kemanapun Ia pergi. Sebenarnya dengan memakai masker, teman-temannya sudah jarang sekali mencemooh tentang kecacatan yang dia punya. Namun, Sorridi benar-benar bertekad untuk menghilangkan senyumnya. Dia ingin membuktikan bahwa dirinya pantas untuk hidup normal seperti orang lain. 
    Usahanya kian hari semakin terlihat. Senyum itu lambat laun memudar sedikit demi sedikit dan berubah menjadi raut wajah yang baru. Sebuah raut wajah yang sungguh jauh dari ekspektasi yang Dia kira, yaitu raut wajah datar dan sinis. Usahanya ternya sia-sia. Saat ini orang-orang malah makin menghidar darinya.
    
    
    
    
    

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter