Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Cerpen: Metaverse

    


    Sekarang tahun 3021 dan teknologi menjelma menjadi gila. Orang-orang tidak lagi hidup di bumi sepenuhnya. Mereka menjalani kehidupan sehari-hari di dalam sebuah server yang tekoneksi satu sama lain. Melalui perangkat bernama Virtual Reality, mereka berkomunikasi, berbisnis, dan memenuhi kebutuhan birahi di dalamnya. Terkecuali makan dan minum. 

    Dahulu, mungkin dunia buatan hanya berbentuk animasi belaka akan tetapi saat ini semuanya sudah seperti nyata. Lihatlah, burung-burung bernyanyi, pohon-pohon rindang betebaran, para pekerja yang berlalu-lalang, dan masih banyak lagi. Sungguh ajaib, ada dua dunia yang bergerak beriringan. Tidak bisa dipercaya tapi ini benar adanya. 

    Aku menghabiskan waktu di dunia ini hampir lima belas jam sehari dan sisanya kuhabiskan di dunia nyata hanya untuk keperluan perut dan beristirahat. Aku sangat senang hidup di dalam dunia virtual. Pertama kali mendaftar masuk ke dunia ini, Aku diperintahkan untuk membuat bentuk fisik secara bebas. Tentu Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku pilih dengan cermat, sesuai dengan definisi sempurna yang kupunya. Hanya dalam beberapa menit dan lahirlah seorang Robert yang baru.

    Akan tetapi, dunia virtual tidak hanya tentang senang-senang belaka. Aku juga harus mencari nafkah untuk bisa berkembang di sana. Maka dari itu Aku melamar pekerjaan menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan. Kiranya, saat ini pekerjaan itu sudah kujalani hampir sepuluh tahun. Data dalam server mencatat bahwa Aku sudah mendapatkan hampir satu juta Eternal.  Dari satu juta Eternal itu, Aku telah membeli sebuah tempat tinggal dan beberapa lembar saham di dunia virtual.

    Jangan pernah berpikir bahwa mata uang Eternal hanya bisa dibelanjakan di dunia virtual saja. Uang-uang itu juga bisa dibelanjakan di dunia nyata. Bahkan uang Eternal harganya lebih tinggi dibandingkan dengan uang yang ada di dunia nyata. Namun, orang-orang tidak mau menghabiskan seluruh uang Eternal mereka di dunia nyata. Karena, pada kenyataannya hidup di dunia virtual lebih menyenangkan. Penelitan telah menyatakan bahwa rata-rata manusia hanya menghabiskan dua puluh persen hasil bekerja di dunia virtual untuk membeli makan, minum, dan upgrade hardware yang mereka punya. 

    Di dunia virtual, Aku mempunyai banyak sekali kerabat. Mereka semua sangat peduli denganku dan memberi respek besar kepada diriku. Biar kuberitahu berapa banyak kerabat yang Aku punya. Jika dilihat dari jam digital, follower atau pengikutku sudah menyentuh angka tiga ratus orang. Sedangkan total respek yang diterima dari penduduk adalah  1120 respek. Di dunia virtual, angka respek dihitung dari cara kita berprilaku terhadap sesama. Sebagai contoh, kita akan diberi poin sebesar 10 apabila kita membantu tetangga yang sedang dalam kesulitan. Sebaliknya, kredit point respek akan berkurang jika kita melakukan hal-hal negatif dan merugikan terhadap sesama.

    "Robert, Aku penat sekali. Mari kita pergi keluar nonton atau berbelanja di Mall".

    Perempuan itu adalah Mellysa, istri virtualku. Kami bertemu sekitar satu tahun yang lalu di moda transportasi. Saat itu dia bilang barang-barang yang kupunya menarik hatinya. Aku pun mencintai dia karena assetnya yang begitu banyak. Jangan kaget, di dunia virtual memang begitu adanya. Cinta tidak lagi diukur dengan ketulusan melainkan diukur dengan apa yang kita miliki. 

    Aku senang sekali bisa menjalin hubungan dengan Mellysa di dunia virtual sebab aku tidak perlu khawatir tentang perselingkuhan. Lagipula, semua aktifitas pertemuan Mellysa akan tercatat dengan detail. Sekalipun jika dia benar-benar melakukan perselingkuhan, maka kredit respek yang dia punya akan berkurang secara berkala selama aku merasakan kesedihan. Aku pikir dia tahu akan resiko jika kredit respeknya berkurang.  Semakin kecil kredit respek maka Ia akan sulit hidup di dunia virtual. Mellysa dan diriku tidak pernah bertemu sama sekali di dunia nyata. Aku tidak pernah mengetahui berapa umur aslinya, bentuk wajahnya, dan statusnya di dunia nyata. Peduli setan dengan itu semua. Selagi dia menyenangkanku di dunia virtual maka tidak menjadi masalah. 

    Seperti sekarang ini, Aku bahagia bisa berjalan sambil memegang tangannya saat perjalanan menuju bioskop. Walaupun sebenarnya kami mempunyai kendaraan pribadi, berjalan sambil menikmati indahnya dunia virtual nyatanya lebih mengesankan. Eratan telapak tangan kami begitu terasa sampai ke dunia nyata. Beruntunglah Aku dan Mellysa telah membeli perangkat keras yang memungkinkan merasakan genggaman itu. 

    Namun entah mengapa Mellysa memintaku untuk berputar arah. Dia bilang tubuhnya lelah dan butuh istirahat di dunia nyata. Aku pun menurutinya. Sepertinya di belahan bumi tempat Mellysa tinggal matahari memang sudah tenggelam penuh. Sebagai pria yang gentleman, Aku mengantarkan Dia sampai pintu rumahnya. 

   Mellysa menggenggamku dengan kedua tangannya dan berkata "Aku sungguh minta maaf Robert. Tapi Aku benar-benar perlu beristirahat. Segera ajukan tanggal yang bagus untuk mengganti agenda hari ini ya". Sedetik kemudian Dia melempar senyum yang begitu manis. 

    Apaboleh buat, Aku memutuskan untuk pulang juga. Walaupun sebenarnya rinduku belum sepenuhnya terbayarkan, tapi setidaknya itu semua cukup. Setelah sampai, Aku langsung melepas perangkat Virtual Reality di kepalaku. Hening seketika, semua kesenanganku hilang. Ketika sampai di dunia nyata, tak ada lagi ratusan teman-teman dan segala macam tetek bengek yang ada di dunia virtual. Hanya menyisakan sebuah rasa sepi dan kesedihan. Aku menjadi bingung, manakah dunia yang fatamorgana. Apakah dunia nyata atau dunia virtual. 

 ~~~

    

    

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter