Bel tanda masuk sekolah telah berbunyi, para siswa baru Taman Kanak-kanak itu berbaris di depan pintu kelas. Tak jauh dari situ terlihat beberapa para orang tua siswa yang begitu bahagia melihat hari pertama anak-anaknya sekolah. Mereka melambaikan tangan, memberikan senyum, dan ada juga yang melempar "Kiss bye" ke masing-masing anak tercintanya. Lalu, para anak akan bersorak "Ibu aku di sini" atau salah satu anak yang berteriak "Mamah jangan pulang, tunggu aku". Kita semua tau itu adalah hal yang wajar di tahun pendaftaran baru di sebuah taman kanak-kanak. Tapi semua pemandangan itu tidak dirasakan oleh seorang gadis kecil bernama Aletha.
Aletha masih berdiri menunggu giliran untuk masuk ke kelas. Dia mencari ke setiap sudut-sudut yang bisa di jangkau agar bisa melakukan hal yang sama seperti teman-temannya. Samar-samar, punggung seseorang yang dia cari terlihat berjalan menjauh meninggalkan kelas, itu adalah Ibunya. Di dalam hatinya terbesit untuk berteriak memanggil namun dia teringat sesuatu. Sebuah permintaan maaf dari sang ibu karena tidak bisa menemaninya di hari pertama sekolah. Ada urusan penting di kantor katanya.
"Halo Cantik. Coba mana senyumnya diperlihatkan, Nak" Ujar salah seorang guru berkerudung merah jambu. Aletha pun dengan berat hati menunjukan senyumnya "Nah gitu dong. Kan cantik kalau senyum. Silahkan cari tempat duduk yang kosong ya," Lanjut sang guru.
Di dalam kelas semuanya begitu terlihat penuh warna. Setiap meja dan bangku di cat dengan warna yang berbeda-beda. Begitupun dengan dinding kelasnya. Aletha langsung terpesona melihat keindahan itu semua. Belum pernah dia melihat ruangan yang seindah ini. Maklum, di rumahnya memang tidak ada hal semacan itu, Ternyata hari pertama sekolahnya tidak buruk. Dia bertemu dengan banyak teman-teman baru, guru-guru yang senantiasa murah senyum, dan hal yang paling disukainya adalah bernyanyi bersama-sama. Namun, Semua itu membuat waktu berjalan dengan cepat, empat jam berjalan seperti empat menit. Begitu cepat untuk sebuah kesenangan Aletha.
"Aletha kok masih duduk? Kamu ga mau pulang?." Tanya guru berkerudung merah jambu.
"Aku gak mau pulang. Aletha suka tempat ini. Boleh gak Aku tinggal di sini sama Ibu guru ?." Jawab Aletha.
Guru itu pun menghampiri meja Aletha sambil tersenyum. "Besok kan kita ketemu lagi, Nak. Lihat. Ibumu sudah menunggu di depan kelas".
Mau tak mau, Aletha pun menuruti perintah Ibu Guru. Dia pamit dan berjalan lesu ke luar kelas. Lagi-lagi yang Dia lihat di luar hanyalah punggung dari Ibunya. Bukan sebuah senyum ataupun sebuah kebahagian seperti yang ditunjukan oleh orangtua teman-teman sekelasnya.
Sang Ibu langsung menggandeng Aletha menuju mobil. Ibunya berjalan begitu elegan dengan sepatu heels yang dikenakannya. Ditambah dengan rambut sepinggang, lengkap sudah kecantikannya bagai seorang model yang sedang berjalan di karpet merah.
Di dalam mobil, akhirnya sang ibu membuka percakapan "Gimana tadi sekolahnya, Cantik? Apakah kamu senang.?".
Hatinya langsung tersentak bahagia ketika mendengar kata-kata itu. Aletha pun langsung menceritakan setiap kejadian yang dia alami selama empat jam terakhir. Mulutnya terus mengoceh selama perjalanan pulang sedangkan sang ibu hanya membalas dengan senyum yang jarang dilihatnya.
"Bu..." Aletha lelah bercerita tentang kesenangan di sekolah dan mencoba mengganti topik baru.
"Ya ?"
"Apakah Paman akan menginap lagi di rumah kita?"Tanya Aletha.
Ibu tidak menjawab, lebih tepatnya bingung dengan pertanyaan Aletha.
"Aku senang sekali bermain dengan paman. Walaupun Aletha tidak pernah bertemu sebelumnya"
Lagi dan lagi ibu tidak menjawab dan hanya melempar sebuah senyum aneh. Mungkin sebuah senyum yang mengisyaratkan sebuah misteri.
Akhirnya sampailah mereka di rumah. Sebuah rumah yang begitu besar dan menjadi salah satu kebanggaan Ibu Aletha. Namun tidak untuk Aletha. Baginya rumah itu membosankan karena tidak bisa dipakai untuk berlari-larian. Ibunya selalu khawatir jika barang-barang antiknya jatuh atau rusak.
Di kursi ruang tamu terlihat seorang pria yang sedang duduk bersandar. Tadinya Aletha ingin berlari menghampiri pria itu namun tidak jadi. Dia ragu pada rambut sang pria yang sedikit beruban sebab paman yang disukainya tidak memiliki ciri-ciri seperti itu.
"Aletha, salim dulu sama Opa ya."Ujar Ibunya.
Dia pun segera menghampiri pria itu dan mencium tangannya. "Wah.. Cantik sekali ya. Persis seperti Ibumu". Aletha tidak menjawab, gadis kecil itu malah berlari ke arah ibunya sambil menutup lubang hidung karena tak kuasa menahan bau alkohol dari mulut Opa.
"Bi Iyem. Tolong bawa Aletha ke kamar untuk tidur siang ya"
Bi Iyem pun langsung sigap menerima perintah tuan rumah. Dia adalah pembantu di rumah tersebut. Sekiranya, sudah enam tahun lebih Bi Iyem mengabdi jadi asisten rumah tangga. Bahkan sebelum gadis kecil itu lahir, dia sudah ada.
Karena Aletha adalah anak yang penurut, dia pun langsung berganti baju dan bersih-bersih. Setelah selesai, Bi Iyem langsung menemaninya di kamar. Mengelus-elus rambut hitam seorang Aletha dengan penuh kasih sayang. Di sela-sela itu Aletha berkata "Bi.. Ternyata Aletha punya banyak keluarga ya. Malam kemarin ada paman dan sekarang ada Opa yang berkunjung. Tapi kenapa ya Ayah tidak pernah berkunjung ke rumah. Padahal Aletha ingin sekali bertemu dengan Ayah". Bi Iyem bingung dengan pertanyaan Aletha maka dari itu Dia memilih diam dan melanjukan tugasnya.
Elusan Bi Iyem memang begitu tulus sampai-sampai membuat Aletha tertidur dengan cepat. Di sela-sela itu, pertanyaan Aletha tadi masih terngiang-ngiang dipikirannya. Dia tak menyangka bahwa Aletha akan sadar secepat ini. Bi Iyem pun akhirnya memutuskan untuk memberitahunya.
"Mungkin ayahmu adalah salah satu dari mereka, Nduk". Ujar Bi Iyem dengan sangat pelan.
Akan tetapi Aletha sudah tertidur pulas. Meninggalkan Bi Iyem sendiri dengan suara-suara kebahagiaan yang sedang dilakukan oleh dua orang di luar kamar Aletha. Suara-suara yang sering dia dengar ketika kedatangan orang baru di rumah Majikannya.
Posting Komentar
Posting Komentar