Di saat semua teman-temannya sudah banyak pengalaman di bidang yang satu ini, Rifli masih saja sibuk dengan banyak pertimbangannya. Masalah umur tentu saja Ia sudah seharusnya bisa menangani permasalahan ini. Namun, jangankan menyelesaikan memulainya saja Dia tak pernah. Realistis terhadap cintalah yang menjebaknya dalam kesendirian.
"Mau sampai kapan Pli, kamu terus seperti ini. Lagian apa susahnya sih tinggal bilang perasaanmu kepada Dia. Tiga tahun sudah kamu menyimpannya, nanti keburu keduluan orang loh" Bayu mencoba memberi sebuah saran. Sisa-sisa kepulan asap rokok masih terlihat di sekitar wajahnya. Mungkin ini adalah pertemuan keseratus kalinya dengan Rifli membahas tentang masalah cinta. Temannya yang satu ini memang memiliki jam terbang mumpuni soal cinta. Berbeda dengan Rifli, Bayu tak pernah ambil pusing, bagi dia cinta itu bukan suatu masalah yang besar.
"Tapi Bay, kamu tahu sendiri kondisiku sekarang ini kan ?" Jawab Rifli.
Lagi dan lagi, Rifli menjadikan kondisi hidupnya sebagai hambatan. Pendapatan yang hanya cukup untuk dirinya, hanya memiliki motor bebek, penampilan yang menurutnya kurang menarik, dan masih banyak lagi.
Bayu melempar tawa remeh sejenak, "Pikiranmu terlalu jauh melompat ke depan kawan. Okay, kamu mungkin boleh takut tidak bisa mentraktirnya jalan atau takut tidak bisa membelikannya hadiah yang spesial dihari ulang tahun Dia. Tapi, ayolah bahkan semua masalah itu belum terjadi dan belum tentu terjadi juga. Masalah kamu sekarang adalah tidak berani mengungkapkan perasaan dan jalan keluar untuk permasalahan ini adalah bicara secara terang-terangan kepadanya".
Rifli tidak merespon ocehan Bayu tadi. Ia hanya diam. Menatap lamat-lamat camilan di meja. Namun raut wajahnya terlihat seperti sedang menimbang saran yang baru saja keluar dari mulur Bayu. Mungkin ada benarnya juga, Ia hanya perlu sebuah frasa yang simpel seperti sebenarnya aku sudah lama suka kepada kamu, Apakah kamu mau jadi pacarku ?.
Sekiranya perlu waktu lima menit bagi Rifli untuk membuat sebuah keputusan dan inilah keputusannya. "Baiklah Aku akan mencobanya".
Bayu yang sedang menyeruput segelas kopi panas hampir tersedak mendengar kalimat Rifli. Ia tidak menyangka bahwa keputusan temannya begitu cepat diambil. Ia juga merasa senang karena keputusan itu terlihat yakin. Sudah lama sekali Dia tak melihat Rifli seperti ini. "Itu baru lelaki sejati. Okay, Kapan kira-kira kamu akan bicara dengannya ?".
"Mungkin bulan depan. Sekalian ambil cuti" Jawab Rifli.
"Astaga Rifli, itu terlalu lama. Untuk apa kamu ambil cuti, kayak mau melamar saja". Bayu membenarkan posisi duduknya, memberi tanda untuk percakapan yang lebih serius. "Bagaimana kalau begini, Aku beri kamu sebuah tantangan. Hari Sabtu kamu sudah harus mengungkapkan dan mengetahui jawaban darinya. So, Kamu punya waktu dua hari dari sekarang. Sepakat ?"
"Okay, sepakat" Jawab Rifli dengan yakin. Sepertinya pencerahan yang diberikan Bayu tadi memberikan efek jitu.
Keputusan itu menghantui isi kepala Rifli bahkan ketika sampai di kostannya, Ia terus memikirkannya. Kini Dia harus mempersiapkan semuanya dengan sangat matang. Dia mengambil gawai pintar, melakukan hal pertama, yaitu memastikan bahwa perempuan yang dia suka memang benar tidak sedang dalam jalinan hubungan dengan orang lain. Mengetik sebuah nama Melly Rosiah pada kolom pencarian. Baru saja mengetik dua huruf depannya, akun itu sudah tersedia di barisan paling atas pencarian. Pertanda bahwa Rifli sering mengunjungi akun tersebut.
Melly sendiri bukanlah perempuan yang aktif di media sosial. Itu terbukti dengan akunnya yang hanya berisi satu unggahan. Dengan cepat Rifli mengamati seluruh komentar di dalam unggahan tersebut, mencari tahu apakah ada pria lain yang juga sedang mengincar Melly. Dia beruntung, sejauh ini belum ada lelaki genit yang mengincar pujaan hatinya.
Setelah itu, masuklah dia ke langkah yang kedua yaitu menghubungi Melly. Baginya ini adalah langkah yang sulit sebab sudah lama sekali dia tidak menghubungi nomer Melly. Riwayat terakhir obrolannya sekitar enam bulan yang lalu dan itu pun bukan obrolan yang intens. Saat itu Rifli hanya mengucapkan selamat ulang tahun kepada Melly.
Mel, kira-kira hari sabtu atau minggu kamu sibuk gak ?. Kebetulan Aku lagi ada di Jakarta, Bagaimana kalau kita ketemuan di Kedai Doeloe ?. Hitung-hitung nostalgia jaman SMA.
Dia tidak menghubunginya melalui telpon langsung. Rifli sengaja memilih layanan pesan singkat sebab waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam, takut mengganggu waktu istirahat Melly.
Dua jam berlalu, pesan yang dikirimkan belum juga dibalas oleh Melly. Perasaannya sekarang bercampur aduk, jantungnya berdetak kencang. Dia hanya bisa menatap langit-langit kamar, membayangkan segala kemungkinan buruk yang akan dialaminya besok. Berdo'a agar mentalnya dikuatkan menghadapi realita.
***
Pagi hari, pesan itu belum juga dibalas oleh Melly. Namun, Rifli tidak mau menyerah begitu saja. Dia memutuskan untuk langsung datang ke kediamannya di Jakarta. Sepertinya pencerahan Bayu semalam membuat kehidupan Rifli berubah seratus delapan puluh derajat, Sekarang Ia lebih percaya diri mengatasi permasalahan cinta.
Rifli melesat kencang dengan motor bebeknya menuju kota Jakarta. Di perjalanan, Dia sesekali mengingat kenangan semasa SMA, saat dirinya mengantarkan Melly pulang karena mendadak saki. Raut wajah Melly ketika di angkot yang sayu namun tetap manis dan momen paling berkesannya adalah ketika Melly melempar senyum terima kasih di pintu gerbang rumahnya. Itu tiga tahun yang lalu, saat dia masih menyimpan rasa sukanya dalam-dalam.
Tak mau datang dengan tangan kosong, Rifli menyempatkan diri untuk berkunjung ke sebuah toko bunga. Harum berbagai macam bunga langsung menyibak indra penciuman Rifli. Pelayan yang mengetahui kedatangan pelanggan langsung melempar senyum dan menghampiri Rifli.
"Selamat datang Di Flourist Bouquete, mau cari hadiah bunga untuk acara apa kak ?" Ujar Si Pelayang dengan ramah.
"Boleh saya liat list harganya ?"
Pelayan itu memberikan selembar kertas berisikan list harga.
"Saya pesan Box Flower. Ukurannya yang kecil saja ya"
"Paduan warnanya ?"
"Hitam dan Putih"
Tak butuh waktu lama untuk Si Pelayan menyiapkan pesanan Rifli. Sebuah boks dengan pita cantik telah terlihat di hadapannya. Pelayan itu kembali melemparkan senyum, sebuah senyum simpati.
Motor bebek kembali melesat membelah sibuknya kota Jakarta. Beberapa kali Rifli harus berhadapan dengan kemacetan. Namun itu hanya masalah kecil, sebab di Depok kemacetan adalah makann sehari-harinya.
Setelah melewati panas, macet dan polusi Jakarta. akhirnya Rifli sampai di depan rumah Melly. Sambil memegang box flower di tangannya, Ia pun memberi salam. Tak lama kemudian, muncul seorang gadis kecil berlari ke arah pintu gerbang. Itu adalah adik Melly, umurnya masih lima tahun.
"Om pasti temannya Kak Melly, ya. Sini masuk dulu. Kak Mellynya sedang mandi" Ujar Si gadis kecil lalu dia kembali masuk ke rumah, mungkin memanggil Ibunya.
Rifli hanya berdiri di depan pintu, memandang halaman rumah Melly yang masih tetap asri seperti tiga tahun yang lalu. Hanya saja ada beberapa tanaman hias yang layu.
Seorang perempuan terlihat berjalan gontai dari dalam rumah. Perempuan itu mengelap air matanya saat sampai tepat di depan Rifli. "Ya ampun Rifli sudah lama sekali ibu tidak melihatmu. Dapat kabar kematian Melly darimana Nak, Ibu bahkan belum mengabari sahabat dekatnya Maaf kan dia ya, kalau banyak berbuat salah kepadamu. Mari masuk dulu, jenazahnya sedang dimandikan"
Rifli telah gagal. Beberapa saat kemudia barulah ia menyadari makna bunga yang dia pesan dan senyum simpati Si Pelayan. Sebuah makna kematian dan kepergian...
Posting Komentar
Posting Komentar